
Genetika yang Kacau dan Kumis Lele
Berangkat dari Tanah Grogot cuma pakai sandal jepit dan motor pinjaman tanpa plat. Ke Banjarbaru. Tujuannya? Cuma satu: ingin tahu seperti apa perikanan di Kalimantan bagian Selatan.
Saya perkenalkan diri sebagai tukang kebun dan penjaga kolam Pak Haji Tony. Petani di Paser. Pertanyaan pertama yang muncul justru soal kenapa pelihara lele. “Di sini nggak laku, Mas,” katanya. Saya jawab jujur: “Pak Haji maunya lele. Saya cuma nurut.” Di sini, lele dianggap makhluk comberan. Makan limbah. Hidup di empang keruh.
Dan lebih aneh lagi: bioflok dianggap bohong. “Ikan itu harus bebas, Mas. Jangan dikurung di kolam bulat,” ujar pegiat budidaya. Saya tidak debat. Saya tahu mereka sedang membela filosofi: ikan juga makhluk hidup. Harus dikasih ruang dan kebebasan.
Padahal bioflok bukan sekadar kolam bundar. Ia sistem. Ada mikroba. Ada floc. Bisa jadi pakan alami. Tapi sudahlah. Definisi kalah sama persepsi. Nggak mau berdebat panjang. Nanti dikira anggota dewan.
Malamnya, saya bertemu breeder. Tanya asal usul indukan. “Dulu beli strain Mutiara, sekarang malah jadi Piton,” katanya. Saya cuma bilang, “Yang penting masih lele. Ada kumisnya.” Yang lucu, dia mengangguk setuju.
Saya lanjut tanya soal patin. Ternyata hampir semua benih patin di sini datang dari Jawa. Bogor. Sukabumi. Lewat Bekasi. “Kalau di sini mijah sendiri, hasilnya jelek, Mas. Banyak cacat,” katanya sambil nyruput kopi.
10 juta ekor patin per bulan masuk Kalimantan Selatan. Tapi tak ada sistem. Tak ada silsilah. Benih hasil FS (Final Stock) dikawinkan sesama FS. Maka genetiknya rusak. Kacau. Tak jelas nasabnya. Sangat liberal ikannya.
Padahal di Jawa, ada Grand Parent Stock (GPS), Parent Stock (PS), dan Final Stock (FS). Ada Matahari Sakti (MS), ada CP Prima. Bahkan kampus pun ikut bermain di genetika. Di sini? Kawin bebas. Ironinya: ikan saja kalau silsilahnya tak jelas, bisa gagal tumbuh. Apalagi manusia.
Seharusnya pun, GPS melahirkan PS. PS melahirkan FS. FS di makan, bukan di kawinkan.
Maka permulaan ini harus hati-hati. Karena Trubus itu artinya tumbuh. Tapi yang tumbuh tanpa akar, bisa tumbang sewaktu-waktu.
Tag:#Banjar, #Kalsel, #Kumis Lele, #paser